Aturan Penulisan kata

Aturan Penulisan Kata dalam Bahasa Indonesia.

A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu satuan.
Misalnya: Ibu percaya engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu buku baru.
B.  Kata Turunan
1.   Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan dasarnya.
Misalnya:bergeletar
dibiayai
diperlebar
mempermainkan
menengok
2. Awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang mengikuti atau mendahuluinya kalau bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
Misalnya: bertepuk tangan
garis bawahi
menganak sungai
sebar luaskan
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung)
3.  Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, maka kata-kata itu ditulis serangkai (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung)
Misalnya:  memberitahukan
mempertanggungjawabkan
di
lipatgandakan
peng
hancurleburan
4.  Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya: amoral
antarkota
antikomunis
bikarbonat
catur tunggal
dasawarsa
demoralisasi
dwiwarna
ekawarna
ekstrakurikular
infrastruktur
inkonvensional
internasional
introspeksi
kolonialisrne
kontrarevolusi
kosponsor
mahasiswa
monoteisme
multilateral
nonkolaborasi
Pancasila
panteisme
poligami
prasangka
purnawirawan
reinkarnasi
saptakrida
semiprofesional
subseksi
swadaya
telepon
transmigrasi
tritunggal
tunanetra
ultramodern
Catatan:
(1) Bila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf besar, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung ( – ).
Misalnya: non-Indonesia
pan-Afrikanisme
(2) Maha sebagai unsur gabungan kata ditulis serangkai, kecuali jika diikuti oleh kata yang bukan kata dasar.
Misalnya: Di daerahnya ia benar-benar “mahakuasa“.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Semoga Yang Mahaesa memberkahi usaha Anda.
C. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung (-).
Misalnya: anak-anakan
berjalan-jalan
biri-biri
buku-buku
centang-perenang
dibesar-besarkan
gerak-gerik
hati-hati
huru-hara
kuda-kuda
kupu-kupu
kura-kura
laba-laba
lauk-pauk
mata-mata
menulis-nulis
mondar-mandir
porak-poranda
ramah-tamah
sayur-mayur
sia-sia
terus-menerus
tukar-menukar
tunggang-langgang
undang-undang
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, bagian-bagiannya umumnya ditulis terpisah.
Misalnya: duta besar
kambing hitam
kereta api cepat
luar biasa
mata pelajaran
meja tulis
model linear
orang tua
persegi panjang
rumah sakit umum
simpang empat
2.  Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan salah baca, dapat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya: alat pandang-dengar
anak-istri
buku sejarah-baru
dua-sendi
ibu-bapak
watt-jam
3.  Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai.
Misalnya: akhirulkalam
alhamdulillah
apabila
bagaimana
barangkali
bilamana
bismillah
bumiputra
daripada
halalbihalal
hulubalang
kepada
manakala
matahari
padahal
paramasastra
peribahasa
sekaligus
sendratari
silaturahmi
syahbandar
wasalam
E.   Kata Ganti ku, kau, mu dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Apa yang kumiliki boleh kauambil
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
F   Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada (Lihat juga Bab III, Pasal D.3.)
Misalnya: Adiknya pergi ke luar negeri.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana ada Siti, di situ ada Sidin.
la datang dari Surabaya kemarin.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Kain itu terletak di dalam lemari.
Ke mana saja ia selama ini ?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Mereka ada di rumah.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Perhatikanlah penulisan berikut.
Jangan mengesampingkan persoalan yang penting itu.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
la keluar sebentar.
Kemarikan buku itu.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Semua orang yang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
H.   Partikel
1.  Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia.
Siapatah gerangan dia?
2.  Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:  Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun, sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belun, pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Kelompok kata yang berikut, yang sudah dianggap padu benar ditulis serangkai: adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.
Misalnya: Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun
juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
Baik para mahasiswa maupun para mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun
belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun
ia miskin, ia selalu gembira.
3.Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’  ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.
Misalnya: Harga kain itu Rp2.000,00 per helai.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
(Tentang penulisan gabungan per dengan angka atau bilangan)
I.  Angka dan Lambang Bilangan
1.  Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab dan angka Romawi. Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
Angka Arab                    : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.
Angka Romawi                : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X. L (50), C (100),
D (500), M (1.000), V (5.000), M (1.000.000).
2.  Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, dan (b) satuan waktu, dan (c) nilai uang.
Misalnya:    a. 10 liter beras
4 meter persegi
5 kilogram
0,5 sentimeter
10 persen
b. 1 jam 20 menit
pukul 15.00
tahun 1928
17 Agustus 1945
c. Rp 5.000,00
US$ 3.50*
£ 5.10*
Y 100

2000 rupiah

50 dolar Amerika
10 pon Inggris
100 yen
Catatan:
* Tanda titik di sini melambangkan tanda desimal.
3.  Angka lazim dipakai untuk menandai nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
Misalnya: Jalan Tanah Abang I no. 15
Hotel Indonesia Kamar 169
4.  Angka digunakan juga untuk menomori karangan atau bagiannya.
Misalnya: Bab X, pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5.  Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a.  Bilangan utuh
Misalnya: 12 dua belas
22 dua puluh dua
222 dua ratus dua puluh dua
b. Bilangan pecahan
Misalnya: ½             setengah
¾ tiga perempat
1/6 seperenam belas
3 2/3 tiga dua pertiga
1/100
seperseratus
1%
satu persen
1%
satu permil
1,2            satu dua persepuluh
6. Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya: Paku Buwono X
Paku Buwono ke-10
Paku Buwono kesepuluh
Bab II
Bab ke-2

Bab kedua

Abad XX
Abad ke-20
Abad kedua puluh
Tingkat I
Tingkat ke-1
Tingkat kesatu (pertama)
7.  Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut.
Misalnya: tahun 50-an atau tahun lima puluhan
uang 5000-an atau uang lima ribuan
lima uang 1000-an atau lima uang seribuan
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung)
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam pemerincian dan pemaparan.
Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang memberikan suara setuju,
l5 suara tidak setuju, dan 5 suara blangko.
Kendaraan yang ditempuh untuk pengangkutan umum berjumlah 50 bus,
100 helicak, dan 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis degan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, tidak terdapat lagi pada awal kalimat.
Misalnya: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan:
250 orang tamu diundang Pak Darmo
atau
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan bulat yang besar dapat dieja untuk sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
11. Kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi, bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks.
Misalnya: Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Kalau bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya: Saya lampirkan tanda terima sebesar Rp 999,00 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan rupiah).
Saya lampirkan tanda terima sebesar 999 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan) rupiah.